Kajian Penggunaan Pupuk Organik Dalam Usahatani Sayuran Dengan Pendekatan LEISA Di Dataran Tinggi Papua

Oleh:
Alberth Soplanit

Penggunaan pupuk organik menjadi begitu penting manakala kecenderungan masyarakat beralih mengkunsumsi sayuran yang berasal dari pertanian organik. Potensi bahan baku pupuk organik di dataran tinggi Kabupaten Jayawijaya relatif melimpah karena tersedia berbagai macam tanaman cover crop family legum seperti Puerasia cephaloides dan colopogonium sp. serta pupuk kandang yang berasal dari ternak babi relatif melimpah dan bahan-bahan tersebut belum dimanfaatkan secara optimal. Hasil pengkajian BPTP Papua tahun 2009 di Kabupaten Jayawijaya menunjukan bahwa tekstur tanah di lokasi pengkajian tergolong lempung berpasir dengan proporsi pasir (55 %), debu (37 %) dan liat (8 %), pH agak masam (5,95 ). Kandungan C-Organik dan N-Total relatif rendah (2,06 dan 0,13) sementara C/N-ratio tergolong tinggi yakni 16. Sementara P-tersedia tergolong sedang (22 ppm), K-tersedia tergolong tinggi, namun secara umum kandungan P dan K tanah – tanah di lokasi pengkajian tergolong sedang sampai tinggi. Kandungan basa-basa tanah seperti Ca-dapat tukar 9,81 me/gram, Mg-dapat tukar 1,28 me/gram, K-dapat tukar 0,17 me/gram dan Na-dapat tukar 0,02 me/gram. Secara umum kandungan basa-basa seperti (Ca dan Mg) tergolong sedang, kecuali K tergolong rendah. Nilai KTK tanah rendah (15,49 me/100 gram) dan Kejenuhan Basa tergolong tinggi (73 %). Hasil analisa kandungan hara bokashi adalah Carbon organik relatif cukup tinggi yakni 17,48 %, memenuhi kriteria persyaratan pupuk organik (Permentan Nomor 28 tahun 2009) yaitu minimal C-Organik 12 %. Kadar N, P dan K bokashi yakni 6,66 % untuk N, 1,91 % untuk P dan 1,68 untuk K. Nilai ini termasuk cukup baik karena persyaratan mutu P dan K nilainya maksimal 5 %. Nilai C/N ratio bokashi adalah 4 %, tergolong rendah dari kriteria syarat mutu yakni 12 – 15 %. Nilai pH 6,6 tergolong Netral sesuai syarat mutu yakni 4 – 8 dan kadar air bokashi 9,82 % termasuk baik karena kriteria syarat mutu yakni 4 – 12 %.
                Berdasarkan uraian di atas maka pupuk organik bokashi hasil fermentasi bahan organik (Puerasia cephaloides dan colopogonium sp. + pupuk kandang babi + jerami padi + dedak + EM-4). Umumnya memenuhi syarat mutu pupuk organik menurut Peraturan Menteri Pertanian No.28/Permentan/OT.140/2/2009. Pemberian pupuk bokashi dari bahan jerami tanaman cover crop (Puerasia cephaloides + colopogonium sp. + kotoran babi + sekam padi + dedak dan EM-4) merupakan pupuk dengan mikroorganisme yang efektif sehingga memberikan prospek yang baik dalam meningkatkan pertumbuhan dan produktivitas sayuran.
               Perlakuan bokashi yang diberikan pada pertanaman wortel menunjukan peningkatan panjang umbi sesuai peningkatan taraf bokashi dibandingkan tanpa bokashi. Panjang umbi per tanaman pada perlakuan bokashi 15 t/ha (14,9) lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa bokashi (kontrol) yang hanya 12, 1 cm namun tidak berbeda nyata. Demikian juga diameter umbi pada perlakuan tanpa bokashi hanya 4,0 cm dan tertinggi pada perlakuan bokashi 15 t/ha yakni 5,9 cm namun secara statistik tidak berbeda nyata.Rata-rata jumlah umbi per rumpun yang dihasilkan terbanyak pada bokashi 15 t/ha yakni 15,6 menunjukan perbedaan yang nyata dengan perlakuan tanpa bokashi (kontrol) yang hanya 9,0. Sedangkan berat umbi per petak (30 M2) menunjukan bahwa berat umbi tertinggi pada perlakukan bokashi 15 t/ha (63, 50 kg), disusul bokashi 10 t/ha (56,00 kg), kemudian bokashi 5 t/ha (41,50 kg) dan tanpa bokashi (kontrol) hanya 39,10 kg.
Alberth Soplanit Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua.
 
Sumbert : http://papua.litbang.deptan.go.id/ind/index.php?option=com_content&view=article&id=87:kajian-penggunaan-pupuk-organik-dalam-usahatani-sayuran-dengan-pendekatan-leisa-di-dataran-tinggi-papua&catid=38:info-teknologi
Copyright 2009 This Template All rights reserved Designed by BOBA NEWS